Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 29 November 2008

Aku sering kali memikirkan hidup, kebahagian, duit dan kepuasan. Walaupun aku bukanlah seorang Plato atau bagian para filosof, tapi aku merasa bahwa hidup dan pernak-perniknya perlu dipikirkan, direnungkan untuk kemudian ditemukan gelaran hikmah. Aku menyadari pengetahuanku yang sangat minim menjadi keterbatasan bagiku untuk lebih banyak mengurai makna dari sebuah peristiwa. Aku hanya bisa berbagi secuil pengalaman lewat tulisan-tulisan ringan dan renyah yang aku harapkan suatu saat nanti menjadi sebuah catatan sejarah yang bisa aku kenang di hari tuaku kelak.

Sedikit aku ingin menulis pengalamanku yang terkait dengan duit dan kepuasan. Sebelum aku menginjakkan kakiku di kota Jogja, aku hidup di dalam pesantren dengan pendapatan secara finansial sangat minim sekali. Empat tahun aku hidup dengan honor dibawah satandart minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Secara logika honor dibawah seratus ribu itu memang tidak cukup untuk menghidupi seseorang selama satu bulan, namun kenyataannya aku malah bertahan sampai empat tahun di pesantren itu yang juga sekaligus pondokku. Kehidupanku lancar-lancar saja, tidak melarat, tidak kekuarangan malah bisa dibilang cukup.

Waktu itu semua kebutuhanku serba tercukupi dengan honor yaang minim itu. Hidipku malah penuh tawa rasanya sangat sedikit sekali guratan kesedihan yang tertimpa padaku waktu itu. Hidup begitu sangat nikmat sehingga semuanya menjadikan aku penuh tawa dan suka, begitulah aku empat tahun di pondokku. berbeda dengan saat ini, aku sekarang hidup di kota besar serta mempunyai pemasukan yang lebih lima kali lipat dari penghasilanku sebelumnya. Secara nominal apa yang aku dapatkan dari sisi finansial cukup banyak untuk ukuran orang sepertiku. Aku dulu menyangka dengan mendapatkan jumlah nominal yang lebih banyak dari apa yang aku dapatkan maka kebahagian dan kepuasan akan semakin terasa dan seakin gampanag aku gapai. Begitulah alam pikiranku sebelum mendapatkan pendapatan seperti sekarang ini.

Setelah aku terjun langsung dan merealisasikan impianku untuk medapatakan jumlah nominal pendaptan yang jauh lebih banyak dari pendapatanku di pondok ternyata fakta menyodorkan kenyataan lain. Honor lima kali lipat dari sebelumnya yang aku gengggam mejadikan aku bermimpi jauh lebih tinggi dari kemapuanku sehingga aku merasakan honor yang sudah besar itu terasa begitu sedikit dan sama sekali tidak memeberiku ketenangan. Aku menajdi gundah, kebutuhan membengkak, gaya hidup ikut-ikutan berubah sehingga kenyataan akhirnya menjadikan aku terhimpit. Honor itu habis sebelum satu bulan. Aku kembali dirundung keresahan.

Keterhimpitanku itu menjadikan aku bertafakkur sambil memohon petunjuk kepada-Nya. Kemudian lahirlah sebuah hasil dari refleksi ringanku yang menyatakan "Bahwa hidup tidak pernah meminta jumlah nominal finansial tapi hidup hanya meminta kepuasan". Dari hasil refleksiku ini kemudian aku berdo'a, bersujud di hadapannya dengan perohonan agar diturunkan gelaran kepuasan bagi hidupku sehingga aku tidak lagi mengejar jumlah rupiah, dolar atau apa saja nilai harga yang menjadikan semua orang buta mata hatinya dan jauh dari syukur.