Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 Maret 2009

CATATAN SEBELUM MENCONTRENG

Pemilu atau pesta demokrasi hampir mempunyai persamaan dengan pesta judi yang mengundang banyak komentar dari masyarakat luas. Agenda lima tahunan negeri ini menyimpan banyak wacana serta realita untuk didiskusikan, didialogkan, dikomentari atau bahkan ada kalangan yang mengapresiasikan dengan tingkah komedi. Beragam bentuk apresisasi tersebut tumbuh dari semua kalangan masyarakat, dari kalangan yang paling elit sampai pada kalangan yang hanya hidup mengandalkan dengkulnya saja. Semua kalangan merasa penting untuk membicarakan wacana dan realita yang terjadi, terkait dengan contrengan yang tak lama lagi akan digelar.

Mempersepsikan pemilu dengan judi memang sebuah persepsi memungkinkan adanya kedekatan karakter diantara keduanya. Pemilu kali ini dengan bertabur partai dan caleg-calegnya bagaikan beribu penjudi yang datang ke meja judi untuk bertaruh, mengadu nasib dengan taruhan yang variatif. Dari sekian partai dan caleg yang ada, mereka datang dengan jumlah nominal modal materi yang cukup tinggi, bahkan ada yang sampai menelan biaya miliyaran rupiah. Sebuah pertaruhan judi spektakuler demi merebut kursi kedudukan yang empuk bersantapkan kucuran rupiah tak terhingga.

Jika wacana gambaran kursi empuk DPR di atas menjadi target dari masing caleg dan parpol maka agenda sejati demokrasi yang diusung negeri ini telah gagal. Perubahan pada laju pemerintahan yang akan datang tidak akan memberikan arti perubahan apa-apa pada negeri ini. Malah akan terjadi dekonstruksi total yang kemudian akan menambah penyakit pada negeri ini. Karena yang menang dan yang berhak maju untuk duduk di kursi DPR nantinya akan mengerogoti negeri ini dengan mengeruk kekayaan Negara untuk mengembalikan modal taruhan yang dipakai selama masa kampanye. Inilah opsi agenda pertama yang kemungkinan akan dijalankan oleh bapak dan ibu caleg terpilih yang bejat.

Prediksi di atas memang merupakan prediksi buta, namun jika dilihat dari dana kampanye yang begitu sangat tinggi serta gaji DPR yang tidak memungkinkan dana modal kampanye tersebut kembali, memungkinkan pilihan mengeruk kekayaan milik Negara akan menjadi agenda awal dari beberapa caleg bejat tak bermoral. Wacana ini sering kali terdengar di beberapa warung kopi pinggir jalan sekaligus menjadi hal yang sangat dikhawatirkan oleh sebagian besar rakyat di negeri ini. Terkesan sebuah prediksi murahan namun kemungkinannya sangat dekat terealisasi pada fakta yang sesungguhnya.

Walau tidak semua caleg dan parpol seperti ilustrasi di atas, tapi tipikal caleg sebagian besar memang masih berorientasi pada kesenangan pribadi atau boleh dinamakan Lover of Pleasure. Tipikal pemimpin yang seperti inilah yang terkategorisasikan pada para pemimpin yang berdeketan dengan tipikal para penjudi yang mengharap dengan taruhan duitnya akan mendapatkan menuai banyak keuntungan yang merugikan orang lain. Makna ekplesitnya pemimpin yang seperti ini para penurun gen hedonisme yang mengagungkan nafsu sebagai motor penggerak dari setiap langkahnya.

Fakta konkrit yang terangkat lewat media dan yang terpampang di depan mata sudah sangat banyak. Salah satunya adalah, wujud janji muluk yang sering dengan ringan mereka celotehkan di depan masyarakat guna mendulang suara di contrengan 9 April nanti. Serasa mulut mereka berceloteh tanpa beban serta tanpa memikirkan kemungkinan tantangan yang akan dihadapinya nanti. Mereka tidak menyadari kalau negeri ini mempunyai banyak problem yang tidak bisa diselesaikan dengan sekali bim-salabim. Janji spektakuler non realistis ini menandai kalau mereka berjajni tidak berdasar kesadaran, namun lebih tepatnya janji-janji mereka bersumber dari nafsu. Janjinya memang sesuatu yang ideal dan harapan seluruh rakyat, namun juga perlu diingat kalau perjalanan tidaklah selalu mulus.

Selain dari fakta tersebut di atas adanya kebohongan simpati yang tersajikan lewat aksi konyol mereka yang tidak segan-segan membuat sakit perut karena kelucuannya. Betapa tidak dikatakan sebuah aksi konyol, jika sebelum ini mereka dengan enggan menginjakkan kakinya ke tempat-tempat becek, tapi pada saat ini malah mereka dengan aksi konyolnya turun ke sawah mengetam padi seakan selama ini mereka ikut merasakan apa yang dirasakan oleh para petani. Begitu sangat kentara kekonyolan dan kebohongan mereka di muka publik. Mereka seakan paling paham penderitaaan rakyak kecil padahal sebelum ini mereka dengan angkuhnya mencibiri dan tidak mau tahu keadaan rakyat kecil. Di pojok lain negeri ini juga terdapat realita konyol lainnya, beberapa caleg dengan senyum fatamorgananya menebar pesona dengan cara membagi-bagi sembako sementara sebelum ini dia adalah orang yang kebal akan penderitaan tetangganya. Kalau demikian keadaannya, dinilai kategori apakah kebaikan tersebut??

Berangkat dari suguhan fenomena riil di atas maka kemudian lahirlah patokan tipikal seorang pemimpin yang bisa dan layak dicontreng. Jika tipikal suguhan fenomena riil ditas adalah mereka para pemimpin yang bertipe Lover of Pleasure maka tentunya pemimpin yang setidaknya mewakili tipikal seabrek tipikal ideal lainnnya adalah para pemimpin yang bertipikal Lover of Wisdom. Hanya para pemimpin yang cinta keadilan saja yang bisa menempatkan diri dan mampu menata Negeri yang sembraut ini, karena pemimpin yang seperti ini cenderung realistis dan tidak terlalu mengumbar janji yang muluk-muluk. Lebih mengedepankan hati yang kemudian juga tidak mengesampingkan otak sebagai sarana berfikir untuk mengejawantahkan frame keadilan pada kehidupan konkrit. Selanjutnya kemampuan memposisikan dirinya serta membagun dialog terbuka dan konstruktif menjadi langkah nyata dalam mewujudkan kecintaannya pada keadilan.

Catatan terakhir, tulisan ini memang tidak lepas dari sebuah kepentingan, karena hidup memang penuh dengan kepentingan. Tapi perlu disadari kepentingan yang tersajikan lepas dari kepentingan kelompok tertentu, paling penting catatan ini lepas dari mengajak atau melarang seseorang untuk memilih pilihan tertentu. Catatan ini adalah murni bersumber dari endapan emosi penulis selama mengikuti perkembangan hiruk pikuk laju pesta demokrasi di negeri ini. Hak menentukan pilihan semuanya berada di tangan masing-masing pribadi. Selamat Mencontreng…..!!!!