Makan Siang yang Lahap
Pagi seiring mentari yang mulai tebarkan senyumnya aku terbangun dari pulasku. Aku terbangun tidak pada sunah yang diterapkan pondok yaitu se-jam menjelang shubuh. Pagi itu aku terbangun dengan sedikit menginjak waktu pagi atau bisa dibilang kesiangan, walau demikian aku tunaikan shubuhku diantara shubuh dan duha sekitar jam 05.00 WIB. Suara musik mengalun dari komputer Marhalah Tsanawiyah di pojok timur kamar asatidz Al-Jufri. Komputer itu jelas sengaja diboyong dari kantor seperti kebiasaanku dulu yang memboyongnya ke workshop ruang singgasanaku dulu. Sudah menjadi kebiasaan menjelang ujian, kantor pasti sudah mulai dikosongkan dari barang-barang berharga demi keamanan, mengingat asatidz tidak lagi standby di kantor pada suasana ujian.
Selepas mandi aku mulai menyususri lingkungan pondok dan mengunjungi tempat-tempat tongkronganku dulu sekaligus bernustalgia. Kantor MTs menjadi obyek pertama yang aku singgahi, karena kantor itu mempunyai memorian yang cukup terkesan bagi diriku. Disitulah aku berlatih menjadi seorang leader yang mencoba mengatur teman-temanku sendiri sesama asatidz dengan kapasitasku sebagai seorang sekretaris. Banyak pengalaman yang menjadikan aku semakin bisa mengkristalkan kedewasaanku lewat tugas-tugas struktural yang dimanahkan pondok padaku.
Di kantor MTs aku bertemu orang nomor satu di kantor tersebut al-mukarram Ust. H. Bakri Sholihin mantan atasanku 4 bulan yang lalu. Tipikalnya yang sedikit pendiam namun tidak jarang juga memuntahkan kemarahannya lewat nada-nada tegasnya yang sempat aku rasakan berkali-kali tat kala aku menjadi sekretarisnya. Tapi kali ini senyumnya mengumbar menyambut kedatanganku penuh akrab. Sementara teman-teman asatidz yang lain keluar masuk kantor sambil tak lupa menyapaku. Mereka semua masih segar sumringah tidak jauh beda dari 4 bulan yang silam.
Sampai menjelang sore aku hanya menikmati wajah pondokku dengan keriangan bersama-sama teman-teman asatidz yang kebetulan tidak punya tugas waktu itu. Tepat setelah Sholat duhur perutku mulai menyanyikan lagu khasnya yang mendorongku untuk segera mengisinya. Melihat gelagat yang demikian si Brudin pemilik badan gendut itu mengajakku makan di dapur Ust. Abd. Salam. Aku yang menyadari keadaanku yang hanya sebatang kara dengan persediaan duit yang pas-pasan akhirnya aku tidak menolak ajakannya dengan langsung menyerobot masuk ruang makan guru di sebelah selatan Rayon Al-Jufri yang berdampingan dengan kamar asatidz. Dengan lahapnya aku menyapu bersih menu makan siang ala Al-Amien yang pasti tidak lepas dari tahu, telur dan ikan laut. akhirnya kau kenyang, Al-Hamdulillah......
Pagi seiring mentari yang mulai tebarkan senyumnya aku terbangun dari pulasku. Aku terbangun tidak pada sunah yang diterapkan pondok yaitu se-jam menjelang shubuh. Pagi itu aku terbangun dengan sedikit menginjak waktu pagi atau bisa dibilang kesiangan, walau demikian aku tunaikan shubuhku diantara shubuh dan duha sekitar jam 05.00 WIB. Suara musik mengalun dari komputer Marhalah Tsanawiyah di pojok timur kamar asatidz Al-Jufri. Komputer itu jelas sengaja diboyong dari kantor seperti kebiasaanku dulu yang memboyongnya ke workshop ruang singgasanaku dulu. Sudah menjadi kebiasaan menjelang ujian, kantor pasti sudah mulai dikosongkan dari barang-barang berharga demi keamanan, mengingat asatidz tidak lagi standby di kantor pada suasana ujian.
Selepas mandi aku mulai menyususri lingkungan pondok dan mengunjungi tempat-tempat tongkronganku dulu sekaligus bernustalgia. Kantor MTs menjadi obyek pertama yang aku singgahi, karena kantor itu mempunyai memorian yang cukup terkesan bagi diriku. Disitulah aku berlatih menjadi seorang leader yang mencoba mengatur teman-temanku sendiri sesama asatidz dengan kapasitasku sebagai seorang sekretaris. Banyak pengalaman yang menjadikan aku semakin bisa mengkristalkan kedewasaanku lewat tugas-tugas struktural yang dimanahkan pondok padaku.
Di kantor MTs aku bertemu orang nomor satu di kantor tersebut al-mukarram Ust. H. Bakri Sholihin mantan atasanku 4 bulan yang lalu. Tipikalnya yang sedikit pendiam namun tidak jarang juga memuntahkan kemarahannya lewat nada-nada tegasnya yang sempat aku rasakan berkali-kali tat kala aku menjadi sekretarisnya. Tapi kali ini senyumnya mengumbar menyambut kedatanganku penuh akrab. Sementara teman-teman asatidz yang lain keluar masuk kantor sambil tak lupa menyapaku. Mereka semua masih segar sumringah tidak jauh beda dari 4 bulan yang silam.
Sampai menjelang sore aku hanya menikmati wajah pondokku dengan keriangan bersama-sama teman-teman asatidz yang kebetulan tidak punya tugas waktu itu. Tepat setelah Sholat duhur perutku mulai menyanyikan lagu khasnya yang mendorongku untuk segera mengisinya. Melihat gelagat yang demikian si Brudin pemilik badan gendut itu mengajakku makan di dapur Ust. Abd. Salam. Aku yang menyadari keadaanku yang hanya sebatang kara dengan persediaan duit yang pas-pasan akhirnya aku tidak menolak ajakannya dengan langsung menyerobot masuk ruang makan guru di sebelah selatan Rayon Al-Jufri yang berdampingan dengan kamar asatidz. Dengan lahapnya aku menyapu bersih menu makan siang ala Al-Amien yang pasti tidak lepas dari tahu, telur dan ikan laut. akhirnya kau kenyang, Al-Hamdulillah......