Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 04 Juli 2008

PESANTREN DI AMBANG AJALNYA

Telah lama aku menjadi bagian dari dunia pesantren. Sejak kecil aku sudah mengenal pesantren, bahkan di tahun ke-22 dari kelahiranku aku masih bersentuhan erat dengan pesantren. Pesantren telah memberikan segalanya bagiku. Mulai dari hal yang paling sederhana seperti, berpakaian, makan, bergaul sesama manusia, beribadah serta pola berfikir dalam menghadapi sebuah problem atau wacana kehidupan. Watak, karakter dan penampilan fisikku saat ini adalah cerminan dari dunia pesantren sebagai background dari kehidupanku.
Keberadaan pesantren sebagai sebuah produk tradisional masyarakat Indonesia merupakan asset budaya yang perlu dipertahankan keberadaannya. Lebih dari 400 tahun yang silam pesantren telah membaur pada kehidupan riil bangsa ini. Praktik politik, berniaga, berkepercayaan serta berintraksi sosial pada kehidupan masyarakat banyak mereduksi dari pola hidup yang berkembang di pesantren. Artinya wujud dari bangsa ini tidak lepas dari peran serta pesantren dalam membangunnya.
Usia pesantren yang terbilang tua ini menjadikan aku berfikir, mungkinkah pesantren akan terus berjalan seiring dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks. Sebuah problem bagi insan pesantren, karena jika kita mencoba melihat realita yang terjadi, banyak hal yang menjadikan keberadaan pesantren semakin kritis. Disadari atau tidak perubahan yang dibawa oleh pola sikap modern orang-orang terkini memberikan dampak negative bagi dunia pesantren. Manusia saat ini mempunyai frame pemikiran yang jauh berbeda dengan manusia sepuluh tahun yang silam. Sehingga di beberapa sisi dari frame pemikiran mereka memandang pesantren sebagai sebuah wadah yang kurang relevan pada zaman saat ini. Artinya pesantren dipandang tidak mampu menjawab tantangan zaman yang semakin variatif.
Menjawab problem tersebut tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama para insan pesantren. Tantangan tersebut harus dijawab dengan kerja konkrit yang melahirkan respon konstruktif terhadap pandangan picik masyarakat saat ini. Sebenarnya aku bukanlah orang yang sok bertanggung jawab pada problem ini. Tapi sepertinya bukanlah sebuah kesalahan jika aku mencoba mengekspos kegetiran hatiku terhadap pesantren ke depan. Kegetiran ini bermula dari sebuah tongkrongan santaiku di teras kantor MTs TMI AL-AMIEN setelah membaca sebuah kekhawatiran Dahlan Iskan dan Azrul Ananda sterhadap koran sebagai bagian dari dunia mereka berdua. Mereka berdua mengurai kegetirannya dengan tulisan mereka yang cukup menjadikan hatiku terganjal agar juga memulai kegetiranku pada dunia pesantren sebagai bagian dari duniaku.
Bermula dari situ, kemudian otakku mengeksplor lebih dalam terhadap apa yang terjadi pada dunia pesantren saat ini. Kalau pada zaman dahulu pesantren banyak melahirkan tokoh-tokon intlektual Islam seperti, Nurcholis Madjid, Gus Dur, Musthofa Bisri, Hidayat Nurwahid serta sederet tokoh nasional lainnya yang mempunyai kapabilitas yang cukup memuaskan di bidangnya. Mereka semua lahir dari pesantren yang mempunyai tradisi keilmuan. Lalu saat ini masihkah pesantren memegang teguh tradisinya? Jawabanyya adalah kejujuran yang kita lihat dan kita rasakan.
Sejenak aku ingin jujur menuturkan pesantren dan apa yang terjadi dan yang dilakukan oleh insan pesantren saat ini. Setiap harinya kini tradsis yang terjadi di pesantren sangat jauh berbeda dengan sepuluh tahun yang silam. Tradisi intlektual yang dulu sangat didengung-dengungkan oleh wejangan para kiyai-kiyai kini hanya sebuah isapan jempol belaka. Santri-santrinya mulai enggan untuk membaca, mereka lebih suka bercerita, ngerumpi, melototi hasil karya orang lain dan yang paling popular di tengah-tengah santri adalah merasa bangga dengan para pendahulunya. Memprihatinkan….!!!
Sementara di sisi lain dunia pesantren, terjadi sebuah gejala tidak sehat yang membuat jantungku berhenti berdetak. Kini para kiyai-kiyai yang selama ini mempunyai peran penting dalam dunia pesantren mulai tergiur dengan jabatan pemerintahan. Mereka yang seharusnya duduk bersimpuh sambil membuka kitab bersama santrinya, kini tergantikan dengan kesibukan politik yang menyeramkan. Kondsi menyeramkan ini terkait dengan janji-janji politisnya pada masyarakat luas yang kurang lebih hanya sekadar pelengkap dari kampanye dan bukan sebuah tekad. Kehadiran mereka tidak lagi bisa ditemui di masjid-masjid, tapi kini mereka para kiyai banyak menghiasi jalanan dengan papan reklame popularitas yang menurutku memolorotkan kebiwaannya di mata para santrinya.
Inilah wajah dunia pesantren kita saat ini, walaupun memang tidak semuanya pesantren seperti deskripsi di atas, tapi paling tidak pesantren sebagai sebuah kebanggan kita umat Islam mulai teracuni dengan berbagai macam imbas perkembangan dunia. Semoga saja para kiyai-kiyai sejati mampu kembali meramu pesantren menjadi sebuah suguhan yang layak santap bagi masyarakat umum dan umat Islam khususnya. Selamat berjuag para kiyai sejati….!!Good Luck!!

Kamis, 03 Juli 2008

JIMAT DALAM BURUANKU

Aku baru saja menyelesaikan tugas terkahirku di perguruan tinggi tempat aku belajar selama ini. Walaupun tidak seratus persen tugas itu (penyusunan sekripsi) bisa dipastikan selesai, tapi paling tidak untuk saat ini aku bisa menikmati masa senggangku dengan santai sambil menunggu uluran tanda ACC dari dosen pembimbingku. Selama aku menyusun skrpsi tersebut banyak hal yang semakin menjadikan aku lebih dewasa. Satu hal yang sering didengung-dengungkan oleh dosen pembimbingku adalah, masalah waktu. Baginya waktu adalah peluang yang harus dihadapi dengan serius, tanpa keseriusan waktu tersebut akan terbuang sia-sia. Aku hanya mengiakan saja, karena aku cukup paham dengan maksud dari komentar beliau.

Empat hari aku berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan skripsi tersebut, tiada waktu yang terlewati begitu saja. Hidupku terasa padat, otakku sesak dengan target yang harus aku gapai. Dalam jangka empat hari itu aku harus bisa menyelesaikan penyususnan skripsi tersebut. Sejak pada tanggal 24 Juni 2008 sampai dengan 28 Juni aku terus diburu dengan target, dan akhirnya Tuhan-pun mengiringi keinginanku sehingga pada tanggal itulah aku mengumpulkan naskah tersebut ke pembimbingku. Terima kasih Tuhan…….!!

Sebenarnya skripsi tersebut telah lama aku garap, dari pengajuan proposal, observasi serta wawancara dengan responden sampai pada pencarian bahan-bahan teoritis yang aku perlukan memakan waktu relative lama yaitu, sekitar 3 bulanan. Jangka waktu yang begitu luas memberiku banyak pengetahuan, terutama tentang fokus penelitianku yang berkenaan dengan fenomena penggunaan jimat di kalangan pedagang. Bagiku feneomena tersebut cukup unik, selain memang mengandung dimensi mistik tapi juga sebuah budaya yang berkembang pesat di tengah-tengah kemajuan tekhnologi. Banyak orang yang mengesampingkan hal ini, sehingga keunikannya belum bisa terkuak ke permukaan dan dianggapnya sebagai sebuah fenomena yang tidak layak diperhatikan.

Boleh saja orang lain mengatakan seperti itu, tapi bagiku fenomena tersebut cukup menyentuh perasaanku untuk mengeksplorasi lebih dalam apa sebenarnya dibalik fenomena tersebut. Terkesan sedikit primitive sehingga tak jarang beberapa teman dan kolega dekatku menyambarku dengan senyuman dan gelak tawa yang mengekspresikan kegeliannya terhadap apa yang aku lakukan. Sekilas aku merasakan juga kegelian tersebut, namun setelah aku mendekati fenomena tersebut dengan beberapa pijakan teoritis, dalam hal ini aku melihatnya dari sudut pandang Antropologi, nampak beberapa keunikan yang menjadikan aku lebih percaya diri kalau apa yang aku lakukan cukup bernilai.

Akhirnya di akhir penelitianku aku menemukan sesuatu yang cukup untuk dijadikan sebuah penemuan, walaupun tidak sepektakuler temuan-temuan para professor dan orang hebat lainnya, tapi aku merasa sangat puas dengan kerja kerasku. Aku menemukan dalam fenomena penggunaan jimat yang berkembang di tengah-tegah masyarakat, khususnya di Madura tidak hanya bernilai budaya tapi sudah menjadi sebuah kepercayaan. Temuan lapangan hasil bidikan observasiku dan wawancaraku tersebut, kemudian aku dialogkan pada konsep Antropologi yang akhirnya menghasilkan kesimpulan besar yaitu, fenomena jimat adalah bentuk agama baru yang belum diakui oleh para pemeluknya. Lebih konkritnya bisa anda kaji sendiri pada kajian Antropologi pada bagian Agama dan Manusia. Kini hasil buruanku telah ditangan, sekarang tinggal menunggu kapan aku harus mempertahankan buruanku di depan para dosen penguji nanti. Do’akan okey………….