(Prof. Din Syamsudin :"Why we Not The Best")
Mua'llimin Muhammadiyah Yogyakarta untuk kali ke-83 melepas alumninya. Pelepasan itu dilaksanakan kemarin 7 Juni 2009 di halaman tengah madrasah. Pelaksanaannya terkesan sederhana untuk ukuran Jogja sebagai salah satu kota pendidikan ternama di negeri ini. Hanya menggunakan empat terop yang menaungi sekitar empat hingga lima ratusan undangan yang terdiri dari wali santri, guru, karyawan dan undangan umum lainnya. Walau Nampak sederhana tapi prosesi pelepasan ini tetap menjadi momentum bersejarah bagi Mu'allimin dan para siswa terkait.
Lepas dari itu ada kesan yang cukup melekat di benak setiap undangan yang hadir, walau secara kemasan luarnya nampak sederhana, tapi pada hakikatnya pelepasan santri kelas akhir kali ini mempunyai arti penting bagi setiap yang hadir waktu itu. Menjadi penting karena pelepasan kali ini dihadiri langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Din Syamsudin. Untuk pertama kalinya saya secara pribadi bisa melihat langsung orang penting nomor satu di persyarikatan Muhammadiyah ini. Wajahnya yang sejuk serta suguhan senyumannya yang dilemparkan pada para undangan menandakan kalau beliau adalah seorang tokoh yang mampu menjadi bagian dari umat. Begitu mengesankan….!!!
Kedatangan beliau dengan mengendarai sedan hitam disambut hangat oleh Direktur Mu'alliminnUst. Ikhwan Ahada dan para hadirin. Selang beberapa menit setelah kedatangan beliau, pembawa acara langsung mempersilahkan beliau untuk memberikan tausiyah, pesan dan penyerahan kembali para sntri kepada masing-masing wali santri. Dimulai dengan salam serta muqoddimah B. Arab yang sangat fasih menjadikan saya sangat terkesimak oleh pukauan penampilan beliau. Lulusan KMI Gontor ini selain B. Arabnya sangat fasih tapi secara artivisial mempunyai gaya retorika yang sangat menarik. Gaya retorikanya mampu menghangatkan suasana, banyak guyonan-guyonan tulusnya yang sesekali membuat para hadirin tersenyum.
Beliau mempunyai harapan agar para kader Muhammadiyah mampu bersaing di tengah-tengah perkembangan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk itulah diharapkan kader-kader Muhammadiyah, khususnya santri yang baru dilepas mampu dan bisa memasuki bidang-bidang terapan ilmu yang ada. Karena menurut beliau saat ini tidak berlaku lagi dikotomi Ilm pengetahuan, bagi beliau tidak ada Ilmu Agama dan Imu Umum, keduanya adalah perpaduan yang tidak bisa dipisahkan. Mu'allimin sebagai kawah candradimuka-nya Muhammadiyah harus bisa melahirkan kader-kader yang tidak hanya menjadi ulama-ulama agama tapi juga mampu melahirkan ulama ekonomi, ulama politik dan ulama-ulama di bidang-bidang lainnya. Walau demikian Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga harus mempunyai kader-kader khusus yang benar-benar paham dan mengerti tentang agama (mtafakkih fiddin). Penyiapan kader-kader khusus itu merupakan keniscayaan yang tidak bisa dielakkan, begitu ulas beliau yang menganalogikan pada adanya Kopasus di tubuh TNI sebagai sebuah contoh.
Di tengah-tengah pidatonya, beliau juga menyempatkan untuk berdialog dengan para santri yang baru dilepas dengan memanggil dua orang untuk maju ke depan. Sengaja beliau memanggil santri yang sudah diterima di perguruan-perguruan tinggi ternama di dalam dan luar negeri, untuk yang di dalam negeri beliau meminta santri yang diterima di ITB dan yang dari luar negeri beliau meminta yang diterima di Al-Azhar Kairo. Kemudian beliau mengajak dua orang santri yang dimaksudkan tadi berdialog mengenai alasan memilih perguruan tinggi pilihannya dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Untuk yang di terima di Al-Azhar beliau menggunakan dialog B. Arab, walau dapat dijawab tapi jawabannya masih terkesan kurang lancar dan terlihat tergagap-gagap. Menurut hematku tidak selayaknya untuk ukuran seorang alumni menjawab dengan gagap, tapi begitulah suguhan kenyataan yang harus menjadi bahan renungan bagi setiap guru di Mu'allimin. Dialog dilanjutkan pada santri yang diterima di ITB dengan menggunakan B. Inggris. Jawabannya lumayan lebih baik dari sebelumnya, walau harus disadari memang ada kekurangan yang juga harus menjadi perhatian para guru. Begitulah dialog ini berlangsung hingga kemudian diakhiri dengan tepuk tangan para hadirin.
Selain dari pada itu beliau juga mencurahkan harapannya pada Mu'allimin untuk terus berinovasi dengan mencampakkan rasa puas pada apa yang telah digapai. Artinya apa yang telah digapai oleh Mu'allimin saat ini jangan sampai menjadikan Mu'allimin puas, karena masih ada sekian banyak tujuan-tujuan yang lain yang belum tersentuh. Seperti planning masalah Madrasah bertarap Internasional adalah sebuah rencana yang harus bisa dilakukan oleh Mu'allimin sebagai lembaga kader. Muhammadiyah secara umum belum memiliki lembaga pendidikan Ideal tersebut, padahal umat di luar Islam sudah banyak yang memilikinya. Maka harapan yang begitu besar ini menjadi agenda utama yang benar-benar harus dijalankana oleh Mu'allimin. Peluang-peluang itu sudah mulai ada, misalnya dengan adanya tawaran tanah 10 H di daerah Godean adalah sebuah realitas yang mengisyaratkan kalau Mu'allimin sebagai lembaga pendidikan kader bisa menggapai impian itu. Sekarang tinggal kapan mau memulai. Motivasi dan impian baik itu diharapkan secepatnya dimulai walau disadari memulai itu sangat sulit.
"Lebih cepat lebih baik (Fastabiqul Khoirot)" ini adalah petikan pidato beliau yang meminjam slogan salah satu kandidat presiden. Beliau sangat setuju dengan slogan ini dalam tanda kutip niat dan maksud yang baik bukan dalam konteks mengkampanyekan kandidat presiden terkait. Begitulah petikan pidato beliau yang kemudian diiringi dengan tepuk tangan dan tawa dari para hadirin. Selanjutnya beliau juga menyampaikan bahwa semua yang nyata saat ini berawal dari sebuah mimpi, untuk itulah beliau menginginkan kader-kader Muhammadiyah menjadi pemimpi ulung dalam artian realistis-logis, serta penggila-penggila (pekerja-oekerja keras) sebagai implikasi dari makna gerakan yang ada di tubuh Muhammadiyah itu sendiri.
Lebih dari satu jam beliau berpidato menyampaikan harapan-harapannya pada para siswa dan Mu'allimin. Akhirnya di penghujung pidatonya beliau menyerahkan kembali para siswa yang baru dilepas itu pada walinya masing-masing. Sebelum akhirnya kembali ke tempat duduk, beliau diminta untuk memberikan amanah tertulis yang berbunyi " Kenapa kita tidak lebih baik, why we not the best". [ijan]
1 komentar:
Masih mau berapa lama lagi di sana, tadz?
Posting Komentar