Jogja hingga Al-Jufri
Ahad 2 Pebruari 2009 tepat jam 07.30WIB aku bertolak dari terminal Giwangan Jogja menuju Madura. Perjalanan memakan waktu 7 jam itu memberiku banyak kesan yang bisa aku rangkai menjadi sebuah deretan kata yang bisa aku kenang di saat aku bersimpuh dalam sepiku. Merupakan perjalanan pertama setelah aku singgah di kota gudeg dalam kurun waktu 4 bulanan terhitung sejak Oktober 2008 yang lalu. Perjalanan ke Madura saat ini menurutku merupakan perjalanan yang mendebarkan, menyita perasaan, hati dan otakku. Perasan mendebarkan itu sudah aku rasakan semalam menjelang perjalanan yang sebenarnya. Ada rasa rindu yang menyumbat di ulu hati, sehingga menjadikan kantukku lenyap jauhi malamku.Tersisa sebuah dimensi hayal tentang kemesraaan sapaan teman-temanku di madura. Diriku diajak menjelajah sumringah bersama tawa sahabat-sahabatku yang telah aku tinggalkan 4 bulan lamanya. Begitulah malamku yang telah melebur dalam gelombang riak pelukan kegembiraan jelang menlepas rindu untuk Maduraku.
Laju Bus Eka yang mengangkut penumpang kota antar propinsi menghantarkanku ke terminal Bungurasih Surabaya tepat jam 14.35 WIB. Surabaya dengan wajah lamanya bersama kesembrautan kotanya tetap mengingatkanku untuk melangkah mencari Bus menuju Madura. Tidak sulit untuk menemukan Bus jurusan Madura, cukup melangkahkan kaki menuju tempat tunggu kemudian tak lama setelah itu aku dibimbing oleh para kondektur bus menuju bus yang dimaksudkan. Selang beberapa menit setelah aku duduk pada posisi yang aku pilih di bagian hampir mendekati belakang di dalam Bus, kemudian bus pun melaju menuju dermaga perak.
Sial bagiku, bus yang mengangkutku tidak langsung menuju dermaga tapi malah berhenti di pinggir jalan di luar pelabuhan. Aku harus ikut berhenti sambil menunggui sampai semua kursi di dalam bus yang aku tumpangi ini penuh. Selang waktu yang cukup panjang ini membuatku dongkol, marah, kesel atau apa saja yang bisa mewakili rasa tidak terimaku terhadap keputusan si sopir Bus brengsek itu. Lebih 4 jam aku harus bertarung dengan kesalku, beruntung rasa kesel itu sedikit terobati setelah aku mengisi perutku yang sedari tadi keroncongan memainkan musik khas bertema lapar. Tepat jam 20.30 Bus memasuki kapal dan siap untuk menyebrang ke Madura. Perasan mulai lega berganti rasa kantuk temani perjalananku.
Tiga jam perjalanan telah aku lalui akhirnya aku benar-benar sampai pada tujuanku tepat jam 23.00 WIB. Udara Madura dan pondokku kembali bisa aku hirup walau sebagian para penghuninya sudah berselimut mimpi. Banyak lampu-lampu yang sudah tidak menyala mungkin karena sudah larut sehingga harus dimatikan. Terilhat beberapa Bulis menjaga di pintu masuk pondok sambil menyapaku dengan salam. Anehnya mereka menyalamiku layaknya aku masih seorang ustadz di pondok. Sepertinya mereka belum menyadari benar keberadaanku saat ini, atau boleh dibilang mereka masih mengira kalau aku masih berdomisili di pondok.
Tepat langkahku berada di samping kanan Masjid Jami' aku melihat sosok manusia berbadan gemuk dengan gaya tipikalnya yang masih belum terlupakan olehku. Aku sengaja menghentikan langkahku untuk memastikan kalau apa yang aku lihat itu adalah Zainuruddin (Brudin teman-teman memanggilnya) si pemilik body kentung. Benar dugaanku dia langsung menyapaku dengan suara bulatnya yang keras memecahkan kesunyian "Jan kapan datang?". Aku sunggingkan senyum khas setengah mengeluarkan bunyi bahak atau bisa dibilang miniatur ketawa yang sesungguhnya.
Kemudian si Gemuk Brudin ini menggiringku ke Al-Jufri MABES laskar-laskar TMI Marhalah Tsanawiyah yang dulu juga orang-orang dekatku di kantor. Pemandangan tidak jauh berbeda dengan 4 bulan yang lalu, mereka para penghuninya masih tergeletak di atas kasur busa tipis sambil menikmati hujaman angin malam menuangkan mimpi. Tersisa satu orang yang masih belum terlelap, dia Khoiron si boldoser dapur yang dulu sering membabat habis lauk di dapur. Makanya tidak heran kalau perutnya masih kelihatan ke depan walau masih klesemen ke-2 setelah Brudin. Sambil melepas penat terdengar obrolan hangat yang kemudian diakhiri dengan dengkuran pulas melepas kantuk.
Ahad 2 Pebruari 2009 tepat jam 07.30WIB aku bertolak dari terminal Giwangan Jogja menuju Madura. Perjalanan memakan waktu 7 jam itu memberiku banyak kesan yang bisa aku rangkai menjadi sebuah deretan kata yang bisa aku kenang di saat aku bersimpuh dalam sepiku. Merupakan perjalanan pertama setelah aku singgah di kota gudeg dalam kurun waktu 4 bulanan terhitung sejak Oktober 2008 yang lalu. Perjalanan ke Madura saat ini menurutku merupakan perjalanan yang mendebarkan, menyita perasaan, hati dan otakku. Perasan mendebarkan itu sudah aku rasakan semalam menjelang perjalanan yang sebenarnya. Ada rasa rindu yang menyumbat di ulu hati, sehingga menjadikan kantukku lenyap jauhi malamku.Tersisa sebuah dimensi hayal tentang kemesraaan sapaan teman-temanku di madura. Diriku diajak menjelajah sumringah bersama tawa sahabat-sahabatku yang telah aku tinggalkan 4 bulan lamanya. Begitulah malamku yang telah melebur dalam gelombang riak pelukan kegembiraan jelang menlepas rindu untuk Maduraku.
Laju Bus Eka yang mengangkut penumpang kota antar propinsi menghantarkanku ke terminal Bungurasih Surabaya tepat jam 14.35 WIB. Surabaya dengan wajah lamanya bersama kesembrautan kotanya tetap mengingatkanku untuk melangkah mencari Bus menuju Madura. Tidak sulit untuk menemukan Bus jurusan Madura, cukup melangkahkan kaki menuju tempat tunggu kemudian tak lama setelah itu aku dibimbing oleh para kondektur bus menuju bus yang dimaksudkan. Selang beberapa menit setelah aku duduk pada posisi yang aku pilih di bagian hampir mendekati belakang di dalam Bus, kemudian bus pun melaju menuju dermaga perak.
Sial bagiku, bus yang mengangkutku tidak langsung menuju dermaga tapi malah berhenti di pinggir jalan di luar pelabuhan. Aku harus ikut berhenti sambil menunggui sampai semua kursi di dalam bus yang aku tumpangi ini penuh. Selang waktu yang cukup panjang ini membuatku dongkol, marah, kesel atau apa saja yang bisa mewakili rasa tidak terimaku terhadap keputusan si sopir Bus brengsek itu. Lebih 4 jam aku harus bertarung dengan kesalku, beruntung rasa kesel itu sedikit terobati setelah aku mengisi perutku yang sedari tadi keroncongan memainkan musik khas bertema lapar. Tepat jam 20.30 Bus memasuki kapal dan siap untuk menyebrang ke Madura. Perasan mulai lega berganti rasa kantuk temani perjalananku.
Tiga jam perjalanan telah aku lalui akhirnya aku benar-benar sampai pada tujuanku tepat jam 23.00 WIB. Udara Madura dan pondokku kembali bisa aku hirup walau sebagian para penghuninya sudah berselimut mimpi. Banyak lampu-lampu yang sudah tidak menyala mungkin karena sudah larut sehingga harus dimatikan. Terilhat beberapa Bulis menjaga di pintu masuk pondok sambil menyapaku dengan salam. Anehnya mereka menyalamiku layaknya aku masih seorang ustadz di pondok. Sepertinya mereka belum menyadari benar keberadaanku saat ini, atau boleh dibilang mereka masih mengira kalau aku masih berdomisili di pondok.
Tepat langkahku berada di samping kanan Masjid Jami' aku melihat sosok manusia berbadan gemuk dengan gaya tipikalnya yang masih belum terlupakan olehku. Aku sengaja menghentikan langkahku untuk memastikan kalau apa yang aku lihat itu adalah Zainuruddin (Brudin teman-teman memanggilnya) si pemilik body kentung. Benar dugaanku dia langsung menyapaku dengan suara bulatnya yang keras memecahkan kesunyian "Jan kapan datang?". Aku sunggingkan senyum khas setengah mengeluarkan bunyi bahak atau bisa dibilang miniatur ketawa yang sesungguhnya.
Kemudian si Gemuk Brudin ini menggiringku ke Al-Jufri MABES laskar-laskar TMI Marhalah Tsanawiyah yang dulu juga orang-orang dekatku di kantor. Pemandangan tidak jauh berbeda dengan 4 bulan yang lalu, mereka para penghuninya masih tergeletak di atas kasur busa tipis sambil menikmati hujaman angin malam menuangkan mimpi. Tersisa satu orang yang masih belum terlelap, dia Khoiron si boldoser dapur yang dulu sering membabat habis lauk di dapur. Makanya tidak heran kalau perutnya masih kelihatan ke depan walau masih klesemen ke-2 setelah Brudin. Sambil melepas penat terdengar obrolan hangat yang kemudian diakhiri dengan dengkuran pulas melepas kantuk.
0 komentar:
Posting Komentar