Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

Kamis, 14 Agustus 2008

HIDUP ADALAH PERBUATAN


Penyusunan skripsi sudah berakhir. Kini datang sebuah babak baru yang lebih menantang dan lebih rumit dari sekadar penyusunan skripsi. Ada rasa gerah dalam diri, babak baru itu memberikan beberapa prediksi yang sering membuat langkah terhenti. Tapi waktu akan terus bergulir menggiring diri melewati kenyataan tersebut. Salah satu problem umum yang sering menimpa seseorang pada level ini adalah muncul dari sebuah pertanyaan mendasar. “Mau kemana setelah kamu diwisuda atau setelah sarjana?”

Deskripsi di atas sebuah gambaran yang terjadi di tengah-tengah angkatan sarjana baru, kemudian muncul sebuah problem semacam kekhawatiran untuk mengarungi kehidupan, yang ditumpahkan lewat kegerahan perasaannya dengan pertanyaan di atas.

Kegerahan tersebut menjadi semakin alot ketika didialogkan dengan hati dan keseluruhan diri. Antara kemampuan dan fakta menjadikan pertanyaan tersebut semakin bertambah besar. Ada rasa takut selimuti diri, ada kepercayaan diri menggiring langkah agar terus maju lewati kegerahan tersebut. Walau pada tataran fisik keriangan dan kegembiraan tetap mengumbar, hal itu hanya sebagai bukti efek kemanusiaan sebagai orang yang baru lolos dari sebuah persaingan yang cukup ketat dalam sekian kegiatan perkuliahan. Namun dibalik itu pertanyaan di atas tetap akan menjadi bagian tak akan terlewati begitu saja.

Walau gejala ini bukanlah yang pertama dalam sejarah kehidupan manusia, tapi tetap menjadi gejala paling monomental dalam sejarah seorang individu yang mengalami taransisi menuju kehidupan yang sesungguhnya. Masa transisi ini adalah masa yang paling menentukan. Jika berhasil melewati kegerahan dan kegetiran yang tersuguhkan maka langkah selanjutnya bisa dipastikan akan terlewati dengan lancar. Tapi jika tidak berhasil, maka kegelisahan itu akan membawa pada kehancuran.

Disadari atau tidak kegerahan di atas disebabkan oleh sebuah suguhan kehidupan yang serba instan sebelum orang tersebut menapaki masa transisi ini. Kebiasaan menikmati, memakan, memakai yang sudah tersedia melupakan akan adanya kehidupan yang mengharuskan sebuah kerja keras dan keseriusan. Kehidupan kampus yang penuh dengan teori kadang menjadikan seseorang idealis sehingga sulit untuk diajak realistis, pada tahapan berikutnya ketika kehidupan yang sesungguhnya tersuguhkan di depan mata, yang tercipta cuma sebuah kebingungan yang tak terumuskan.

Kehidupan sebenarnya bukanlah sesuatu yang kejam dan mengancam, sehingga harus ditakuti. Namun kehidupan harus dilewati sedikit demi sedikit dengan kemampuan dan kerja keras. Kehidupan menjadi kejam, ganas, membunuh atau istilah mengerikan lainnya yang lebih menegangkan, ketika seorang pribadi mengharap terlalu besar dari hidupnya sebelum ia bekerja. Mengharap kesuksesan di genggaman, sementara di lain sisi dia hanya penghayal, pengagum orang-orang di sekitarnya serta meniggalkan rumusan hidup atau sunnatullah yang berlaku.

Karena kehidupan bukanlah hal yang perlu ditakuti, maka sebagai langkah awal bagi mereka yang mengalami transisi seperti di atas adalah memahami hidup dengan merealistiskan ide bukan meng-idealiskan realita. Kehidupan menyuguhkan kenyataan, hanya kesadaran yang bisa membacanya, sedangkan ide hanya sebuah wacana bukanlah kenyataan, maka jika Anda bagian dari orang yang idealis maka beralihlah pada seorang idealis yang realistis. Berhentilah Anda menghayal tapi beralihlah untuk berbuat, karena hidup adalah perbuatan.[ijan]

*)Tulisan ini refleksiku sebelum aku diwisuda

0 komentar: