Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

Selasa, 04 November 2008

Sepenggal Cerita dari Pantai Depok

Begtu indah dunia ciptaan Allah ini. Sore tanggal 30 Oktober 2008 aku berkesempatan menguntit kebesaran Allah lewat jendela-jendela kecil kebesaran-Nya. Deburan ombak setinggi tiga metaran menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya. Memutih, menyisakan busa yang menggulung di tepian pantai Depok Bantul Yogyakarta. “Subhanallah,Allahu Akbar” aku takjub terhadap ciptaan-Mu Allah. Aku bergumam dalam hati dengan tulus mengakui kebesaran-Nya.

Hamparan pasir hitam yang dilukis indah bekas pijakan ombak yang menggempur membentuk pemandangan menakjubkan. Membukit kadang juga melembah seumpama dibentuk oleh arsitektur handal yang meyajikan pukauan hebat bagi siapa saja yang melihatnya. Suara deburan ombaknya menderu memecah butiran-butiran kegelisahan setiap pengunjungnya. Sejenak para pelancongnya titipkan semua problem pada belaian angin kencang yang mengurai rambut mereka, seumpama bendera yang berkibar.

Gunung di arah berlawanan dengan samudera meninggi seakan menyentuh langit. Sementara gumpalan kabut hitam menyelimuti bagian paling atasnya. Antara pemandangan pantai yang berdapingan dengan gunung yang menjulang ini bagai pengantin serasi yang diarak oleh jubelan intipan manusia. Ada yang mengintip lewat bidikan kamera HP, ada juga yang sengaja membawa seperangkat instrument pengabadian yang cukup modern. Begitu sangat berharganya pemandangan di Pantai Depok ini, hingga harus menjadi tilasan sejarah bagi siapa saja yang mengunjunginya.

Matahari semakin bergerak ke arah barat seakan tertelan samudera di ujung sana. Sinarnya memudar, panasnya mendingin, namun para penikmat pantai seakan semakin bertambah. Pantai memadat dengan gemuruhnya suara-suara teriakan anak-anak kecil yang beramuk dengan deburan kecil ombak. Hatiku terpingkal dengan tingkah lucunya. Ingin aku bersama mereka membenamkan kebosananku dengan sentuhan jujur sumringahnya, tapi air dan basah menghalangiku untuk melangkah. Karena saat itu aku memang tak punya celana pengganti jika nanti aku harus tunaikan Maghribku di pantai ini. Akhirnya cukuplah aku bersimpuh sekitar 10 meter dari bekas-bekas kaki kegembiraan mereka. Aku diam ………

Tersentak, aku kaget!!! Di balik bukit-bukit pasir yang menggnung ada yang memulai menjajal kemurkaan Allah. Aku dingin, seakan ada semburan tenaga birahi yang membekukan tulang putihku, sehingga aku tak mampu untuk berucap. Aku diamuk kegelisahan yang ditontonkan oleh sebagian pelancong. Sepasang muda-mudi duduk berdua menghadap deburan ombak, terlihat seoang wanitanya membenamkan mukanya di pangkuan sang pria sambil memainkan uraian rambutnya yang terurai sampai bahu bagian belakang pasangan laki-lakinya. Terbelalak mataku tat kala sambaran maut dua insan yang beradu lisan diperontonkan sekitar lima meter dari tempatku duduk. Mataku berhenti berkedip, aku takut, secepat kilat aku beranjak dari tempaku, aku malu, malu pada diriku sendiri.

Istighfar tak hentinya aku latunkan di hatiku, berdosakah diriku menikmati tontonan live yang tesuguhkan di pantai ini??Hatiku bertanya, sambil terus mengadu, merendah memohon ampun pada-Nya. Imanku masih dangkal, takwaku masih tanda tanya, Islamku masih kropos, aku ngiler dengan tipuan syetan yang terkutuk, hingga akhirnya aku putuskan menuju ke masjid untuk tunaikan kewajiban sambil membawa kesan yang berupa pesan sekaligus indzar bagiku. Ampunilah aku “Astaghfirullah……………………..!!!

0 komentar: