Hujan mengguyur kota Jogja hampir semalam suntuk. Undara dinginpun mengalir menyelimuti lenguhan senyap tidurku. Aku pulas dibelai mesra selimut desiran mimpi indahku. Namun tak satupun mimpi-mimpi itu yang terseret oleh otak sadarku, sehingga tak satupun dari mimpi-mimpi itu yang mampu aku ceritakan kembali. Tapi aku yakin kalau saat itu mimpi menghampiriku dengan keindahan dan keseramannya. Mungkin hujan yang mengguyur itu yang membuat aku lupa tentang mimpi-mimpi malam itu. Ah...sudahlah aku lupakan saja mimpi-mimpi itu.
Semestinya malam itu aku harus bahagia, seperti laiknya orang-orang lain yang bahagia tatkala umurnya bertambah. Malam itu malam tanggal 21 November 2008 yang merupakan malam terakhir di lembaran tahun ke-22 . Artinya tepat jam 00.00 aku akan beralih pada lembaran berikutnya yaitu menginjak awal tahun ke-23 dari perjalanan hidupku. Namun kenyataan berkata lain, malam itu aku jalani seperti malam-malam sebelumnya. Tapi tetap aku sadar kalau pada dini hari kala itu umurku akan bertambah menjadi 23 tahun.
Waktu terus saja mengalir tanpa tersendat oleh apapun akhirnya sampailah jarum jam pada titik yang menunjukkan tepat jam 00.oo. Aku tetap tertidur pulas diantara pergantian dan bertambahnya umurku. Sepertinya pergantian itu bukanlah berarti apa-apa. Aku lebih memilih memanjakan tubuhku di hamparan kasur busa tipis di kamarku. Sudah berlalu pergantiaan yang mempunyai nilai sejarah itu begitu saja, tanpa perayaan apapun. Akhirnya di awal aku membuka mataku aku dikejutkan dering HP-ku, lalu di ujung telepon sana seorang cewek yang mempunya nama Fina mengucapkan kata selamat ulang tahun dengan menggunakan bahasa Inggris " happy birthday to you" begitulah kira-kira yang aku dengar. Aku cuma diam kemudian aku membalasnya dengan simpel "terima kasih" begitu kata terakhir dialogkku di awal pagi di tahun yang ke-23.
Begitu berartikah bertambahnya umur seorang manusia, sehingga harus dirayakan?. Pertanyaan ini menggumpal bagai kabut yang menyelimuti kota Jogja kala itu. Akhirnya aku diseret untuk berfikir menggelayuti makna filosofi dari sebuah perayaan bertambahanya umur. Aku duduk tenang di kamarku sambil mencoba mengais makna di balik kebiasaan orang-orang yang merayakan hari ulang tahun. Kemudian di titik akhir dengan kesadaran dan kemampuan yang aku miliki dan setelah aku menyebrangi samudera tanda tanya tadi, aku menemuka kata sepakat kalau hari ulang tahun itu perlu diperingati namun tidak perlu dirayakan.
Dari refleksi yang aku lakukan di atas aku menemukan dua kosa kata yang hampir mempunyai makna yang sama namun tetaplah menyimpan perbedaan yang mendasar. Dua kata itu adalah "memperingati dan merayakan". Dua kata ini mempunyai kemiripan tapi mempunyai konteks yang berbeda. Kata memperingati mempunyai konteks yang lebih sederhana dibandingkan dengan kata merayakan yang mempunyai kedekatan dengan konteks kemewahan. Konkretnya merayakan adalah peringatan yang diikuti dengan kemewahan. Dari dua kata tadi nampaknya yang paling dekat dan paling pas dengan keadaanku adalah kata memperingati. Selain sederhana konteksnya di dalanya ada nilai yang bisa dikorelasikan pada hal yang relegi.
Akhirnya akupun memutuskan untuk memperingati ULTAH-Ku walau hanya seorang diri. Aku mencoba merefleksikan gelaran 22 tahun masa laluku. Terasa begitu sangat cepat waktu menggulung sisa umurku yang aku tak tahu kapan akhir hamparan umur ini. Hanya sedikit yang bisa aku lakukan selama 22 tahun itu. Rasanya tidak ada prestasi dapat aku banggakan. Dosa bersimbah mem-pasir bak gurun yang bertepi. Rasanya aku malu pada diriku sendiri yang tak mampu mempersembahkan prestasi terbaik untuk hidupku. Sambil menunduk malu aku beristighfar dengan harapan Tuhan Allah-ku menyiramiku dengn guyuran maghfiroh.
Terus aku hanyut dalam gelayut refleksiku sambil juga aku ucapkan syukur, karena Tuhan Allah masih memeberiku kesempatan untuk melanjutkan ibadah kepada-Nya. Semoga Dia selalu menambah iman, umur dan rizkiku hingga akhirnya aku bisa mempersembahakan bagi-Nya pengabdian yang sungguh-sungguh dan mencerminkan 'abdan syakuro.
Semestinya malam itu aku harus bahagia, seperti laiknya orang-orang lain yang bahagia tatkala umurnya bertambah. Malam itu malam tanggal 21 November 2008 yang merupakan malam terakhir di lembaran tahun ke-22 . Artinya tepat jam 00.00 aku akan beralih pada lembaran berikutnya yaitu menginjak awal tahun ke-23 dari perjalanan hidupku. Namun kenyataan berkata lain, malam itu aku jalani seperti malam-malam sebelumnya. Tapi tetap aku sadar kalau pada dini hari kala itu umurku akan bertambah menjadi 23 tahun.
Waktu terus saja mengalir tanpa tersendat oleh apapun akhirnya sampailah jarum jam pada titik yang menunjukkan tepat jam 00.oo. Aku tetap tertidur pulas diantara pergantian dan bertambahnya umurku. Sepertinya pergantian itu bukanlah berarti apa-apa. Aku lebih memilih memanjakan tubuhku di hamparan kasur busa tipis di kamarku. Sudah berlalu pergantiaan yang mempunyai nilai sejarah itu begitu saja, tanpa perayaan apapun. Akhirnya di awal aku membuka mataku aku dikejutkan dering HP-ku, lalu di ujung telepon sana seorang cewek yang mempunya nama Fina mengucapkan kata selamat ulang tahun dengan menggunakan bahasa Inggris " happy birthday to you" begitulah kira-kira yang aku dengar. Aku cuma diam kemudian aku membalasnya dengan simpel "terima kasih" begitu kata terakhir dialogkku di awal pagi di tahun yang ke-23.
Begitu berartikah bertambahnya umur seorang manusia, sehingga harus dirayakan?. Pertanyaan ini menggumpal bagai kabut yang menyelimuti kota Jogja kala itu. Akhirnya aku diseret untuk berfikir menggelayuti makna filosofi dari sebuah perayaan bertambahanya umur. Aku duduk tenang di kamarku sambil mencoba mengais makna di balik kebiasaan orang-orang yang merayakan hari ulang tahun. Kemudian di titik akhir dengan kesadaran dan kemampuan yang aku miliki dan setelah aku menyebrangi samudera tanda tanya tadi, aku menemuka kata sepakat kalau hari ulang tahun itu perlu diperingati namun tidak perlu dirayakan.
Dari refleksi yang aku lakukan di atas aku menemukan dua kosa kata yang hampir mempunyai makna yang sama namun tetaplah menyimpan perbedaan yang mendasar. Dua kata itu adalah "memperingati dan merayakan". Dua kata ini mempunyai kemiripan tapi mempunyai konteks yang berbeda. Kata memperingati mempunyai konteks yang lebih sederhana dibandingkan dengan kata merayakan yang mempunyai kedekatan dengan konteks kemewahan. Konkretnya merayakan adalah peringatan yang diikuti dengan kemewahan. Dari dua kata tadi nampaknya yang paling dekat dan paling pas dengan keadaanku adalah kata memperingati. Selain sederhana konteksnya di dalanya ada nilai yang bisa dikorelasikan pada hal yang relegi.
Akhirnya akupun memutuskan untuk memperingati ULTAH-Ku walau hanya seorang diri. Aku mencoba merefleksikan gelaran 22 tahun masa laluku. Terasa begitu sangat cepat waktu menggulung sisa umurku yang aku tak tahu kapan akhir hamparan umur ini. Hanya sedikit yang bisa aku lakukan selama 22 tahun itu. Rasanya tidak ada prestasi dapat aku banggakan. Dosa bersimbah mem-pasir bak gurun yang bertepi. Rasanya aku malu pada diriku sendiri yang tak mampu mempersembahkan prestasi terbaik untuk hidupku. Sambil menunduk malu aku beristighfar dengan harapan Tuhan Allah-ku menyiramiku dengn guyuran maghfiroh.
Terus aku hanyut dalam gelayut refleksiku sambil juga aku ucapkan syukur, karena Tuhan Allah masih memeberiku kesempatan untuk melanjutkan ibadah kepada-Nya. Semoga Dia selalu menambah iman, umur dan rizkiku hingga akhirnya aku bisa mempersembahakan bagi-Nya pengabdian yang sungguh-sungguh dan mencerminkan 'abdan syakuro.
0 komentar:
Posting Komentar