Aku benci pesta, apalagi hal-hal yang berbau hura-hura. Apapun bentuknya pesta tak lebih dari sekadar berfoya-foya membuang-buang kesempatan serta merajut kemadlaratan. Begitu doktrin yang aku terima dalam lingkungan agama di tempat tinggalku. Sehingga sekian banyak perayaan berlalu begitu saja termasuk pesta tahun baru sebelum ini. Bersyukur semua itu harus berakhir pada akhir tahun 2008 sehingga pada malam awal tahun baru 2009 Tuhan menuntunku untuk menjemput pesta Tahun Baru 2009 di hamparan alun-alun utara Jogjakarta. Berikut aku ingin ulas perasaanku dalam proses serta selama mengikuti prosesi Tahun Baru yang berlangsung cukup hidmat, yang kemudian menjadikan aku cinta pesta.
Siang tanggal 31 Desember 2008 adalah hari yang membuat aku bingung dengan berbagai macam gelaran pesta yang ditawarkan kota Gudeg ini. Mulai gelaran wayang di Monomen 11 Maret, Konser Dangdut di Giwangan, Konser Rock Kobe di alun-alun, pengajian Islam di Masjid Ghede serta seabrek menu lainnya yang tidak mungkin aku sebutkan di guratan suara perasaanku ini. Semua gelaran acara tersebut dalam rangka menyambut Tahun Baru. Aku cukup kagum dengan Jogja yang begitu sangat antusias menyambut pergantian Tahun. Tidak heran jika kota ini menjadi magnet para touris untuk singgah dan memadati kota ini. Jogja bagai magnet besar yang menyimpan banyak keindahan yang dapat dinikmati.
Kembali aku diharuskan memilih dari sekian acara yang dihidangkan kota Gudeg ini. Karena kalau tidak memilih maka sejarah akan kembali mencatatku sebagai orang yang tidak pernah tahu tentang arti dari pergantian tahun. Aku tidak mau hal itu terjadi lagi. Tawar-menawarpun terjadi antara otak dan hati. Aku bagai disuguhkan antara baik dan buruk, kemudian aku mencoba berbuat adil pada diriku dengan terlebih dahulu mencampakkan doktrin masa laluku yang menghendaki realitas ini berkotak-kotak. Suguhan yang ditawarkan doktrin masa laluku selalu tidak membuat diriku puas, yang ada cuma pendektian serta kekakuan yang menggerahkan. Aku ingin bebas menjalankan fungsi hati dan otakku yang berarti aku juga menghendaki keseimbangan antara aku yang hidup dalam atmosfer dunia dengan aku yang hidup sebagai makhluk Tuhan.
Sejenak aku hempaskan tubuhku di atas kasur busa di kamarku sekadar memberikan tenggang pada otak dan hatiku untuk memilih. Tidak seberapa lama aku terbuai hembusan angin siang bertiup hantarkan mimpi. Dalam pulasku aku lupa semua suguhan acara perayaan tahun baru, yang ada hanya hanya nikmat yang kemudian terlukis dengan dengkuran-dengkuran halus. Sekitar jam 14.15 aku terbangun dan kaget dengan geseran bumi bagai menarik-narik kasurku. temanku juga terbangun tak jauh dari tempatku tidur,kemudian aku sadar kalau saat itu terjadi gempa. Aku lari ke luar kamar dengan nafas yang tersengal-sengal, aku takut terjadi hal yang buruk di kota Gudeg ini. Kejadian ini menambah bingungku dalam menyambut tahun baru.
Selepas kekhawatiranku pergi aku mencoba kembali melakukan tawar menawar, menimbang dengan memaksimalkan agar diriku menjadi lebih bijak. Pada titik hampir mendekati klimaks ada dua pilihan antara menyaksikan pesta kembang api di alun-alun dengan mengikuti pengajian di Masjid Ghede. Dua pilihan ini begitu sangat mempunyai titik yang berseberangan. Pesta kembang api yang menyuguhkan kebersamaan serta keharmonisan antar sesama manusia serta pengajian di Masjid Ghede yang hanya sekadar manabur kebajikan sepihak serta mentelantarkan kebersamaan. Nalar kemanusiaanku berfungsi dengan baik sehingga Tuhan-pun kembali turunkan petunjuk-Nya dengan menuntunku untuk memilih Pesta kembang Api di Alun-alun. "Terima Kasih Tuhan....!!!"
Pilihanku sudah final, tanpa ragu aku mengajak temanku untuk lebih awal menjemput tahun baru dengan langsung memacu motor hanya sekadar melihat keramaian kota pada jam 17.00 WIB. Hatiku girang mengalahkan kepicikanku, kini aku dapat menjadi hamba Tuhan yang akan menebarkan keharmonisan dan kedamaian bersama yang tentunya menuju Surga-Nya yang luas.Malioboro macet, kendaraan menumpuk sesekali hanya bergerak beberpa cm saja. Gerombolan para pejalan kaki menambah sesaknya ruas jalan wisata ini. Aku gelengkan kepala sambil berujuar dalam hatiku "Tuhan benar-benar akan berpesta". Semuanya merasa tergerak memenuhi panggilan pesta Tuhan di alun-alun, tidak peduli keringat panas, yang ada pesta malam tahun baru harus berjalan lancar.
Aku tidak ingin bercerita bagaimana massa menyemut mendekati alun-alun, yang jelas mereka mempunyai hati dan niat yang sama yaitu berpesta menyambut tahun baru. Tepat jam 22.00 aku berhasil berada di tenga-tengah gerumulan massa di tengah-tengah alun-alun. Aku melihat berbabagi macam manusia dari yang berjilbab, buka jilbab, buka seperempat tubuh samapai pada yang buka separuh tubuh. Aku juga melihat orang tua, anak muda, remaja, anak-anak, balita sampai pada yang masih cabang bayi. Tidak hanya itu aku juga melihat mereka ada yang berkulit putih, bermata sipit, berjenggot lebat dan yang jelas mereka semua datang dari berbagai latar belakang. Di tengah-tengah kemajemukan yang harmonis dan damai ini aku terhenyuk malu pada diriku sendiri, kenapa sebelum ini aku begitu buruk sangka pada mereka yang berbeda padahal setelah aku dekat dan berkumpul dengan mereka, mereka mempunyai hati yang sama niat sama tentunya juga mempunyai substansi Tuhan yang sama.
Tepat jam 00.00 yaitu pada detik peralihan Tahun gema dan gemuruh ekpresi dari masing-masing individu terdengar membesarkan Tuhan lewat bunyi terompet dan letupan kembang api. Indah, damai, harmonis inilah yang aku rasakan bersama mereka dalam kedamaian yang dijanjikan Tuhan, aku persembahkan pesta tahun baru ini untuk Tuhan. Akhirnya diiringi rasa bahagia aku singkirkan doktrin yang mengganjal yang menghendaki realitas berkotak-kotak dengan menggantinya pada keseimbangan serta kedamaian bersama serta merajut rahmat Tuhan bagi sekalian alam . SELAMAT TAHUN BARU 2009
Siang tanggal 31 Desember 2008 adalah hari yang membuat aku bingung dengan berbagai macam gelaran pesta yang ditawarkan kota Gudeg ini. Mulai gelaran wayang di Monomen 11 Maret, Konser Dangdut di Giwangan, Konser Rock Kobe di alun-alun, pengajian Islam di Masjid Ghede serta seabrek menu lainnya yang tidak mungkin aku sebutkan di guratan suara perasaanku ini. Semua gelaran acara tersebut dalam rangka menyambut Tahun Baru. Aku cukup kagum dengan Jogja yang begitu sangat antusias menyambut pergantian Tahun. Tidak heran jika kota ini menjadi magnet para touris untuk singgah dan memadati kota ini. Jogja bagai magnet besar yang menyimpan banyak keindahan yang dapat dinikmati.
Kembali aku diharuskan memilih dari sekian acara yang dihidangkan kota Gudeg ini. Karena kalau tidak memilih maka sejarah akan kembali mencatatku sebagai orang yang tidak pernah tahu tentang arti dari pergantian tahun. Aku tidak mau hal itu terjadi lagi. Tawar-menawarpun terjadi antara otak dan hati. Aku bagai disuguhkan antara baik dan buruk, kemudian aku mencoba berbuat adil pada diriku dengan terlebih dahulu mencampakkan doktrin masa laluku yang menghendaki realitas ini berkotak-kotak. Suguhan yang ditawarkan doktrin masa laluku selalu tidak membuat diriku puas, yang ada cuma pendektian serta kekakuan yang menggerahkan. Aku ingin bebas menjalankan fungsi hati dan otakku yang berarti aku juga menghendaki keseimbangan antara aku yang hidup dalam atmosfer dunia dengan aku yang hidup sebagai makhluk Tuhan.
Sejenak aku hempaskan tubuhku di atas kasur busa di kamarku sekadar memberikan tenggang pada otak dan hatiku untuk memilih. Tidak seberapa lama aku terbuai hembusan angin siang bertiup hantarkan mimpi. Dalam pulasku aku lupa semua suguhan acara perayaan tahun baru, yang ada hanya hanya nikmat yang kemudian terlukis dengan dengkuran-dengkuran halus. Sekitar jam 14.15 aku terbangun dan kaget dengan geseran bumi bagai menarik-narik kasurku. temanku juga terbangun tak jauh dari tempatku tidur,kemudian aku sadar kalau saat itu terjadi gempa. Aku lari ke luar kamar dengan nafas yang tersengal-sengal, aku takut terjadi hal yang buruk di kota Gudeg ini. Kejadian ini menambah bingungku dalam menyambut tahun baru.
Selepas kekhawatiranku pergi aku mencoba kembali melakukan tawar menawar, menimbang dengan memaksimalkan agar diriku menjadi lebih bijak. Pada titik hampir mendekati klimaks ada dua pilihan antara menyaksikan pesta kembang api di alun-alun dengan mengikuti pengajian di Masjid Ghede. Dua pilihan ini begitu sangat mempunyai titik yang berseberangan. Pesta kembang api yang menyuguhkan kebersamaan serta keharmonisan antar sesama manusia serta pengajian di Masjid Ghede yang hanya sekadar manabur kebajikan sepihak serta mentelantarkan kebersamaan. Nalar kemanusiaanku berfungsi dengan baik sehingga Tuhan-pun kembali turunkan petunjuk-Nya dengan menuntunku untuk memilih Pesta kembang Api di Alun-alun. "Terima Kasih Tuhan....!!!"
Pilihanku sudah final, tanpa ragu aku mengajak temanku untuk lebih awal menjemput tahun baru dengan langsung memacu motor hanya sekadar melihat keramaian kota pada jam 17.00 WIB. Hatiku girang mengalahkan kepicikanku, kini aku dapat menjadi hamba Tuhan yang akan menebarkan keharmonisan dan kedamaian bersama yang tentunya menuju Surga-Nya yang luas.Malioboro macet, kendaraan menumpuk sesekali hanya bergerak beberpa cm saja. Gerombolan para pejalan kaki menambah sesaknya ruas jalan wisata ini. Aku gelengkan kepala sambil berujuar dalam hatiku "Tuhan benar-benar akan berpesta". Semuanya merasa tergerak memenuhi panggilan pesta Tuhan di alun-alun, tidak peduli keringat panas, yang ada pesta malam tahun baru harus berjalan lancar.
Aku tidak ingin bercerita bagaimana massa menyemut mendekati alun-alun, yang jelas mereka mempunyai hati dan niat yang sama yaitu berpesta menyambut tahun baru. Tepat jam 22.00 aku berhasil berada di tenga-tengah gerumulan massa di tengah-tengah alun-alun. Aku melihat berbabagi macam manusia dari yang berjilbab, buka jilbab, buka seperempat tubuh samapai pada yang buka separuh tubuh. Aku juga melihat orang tua, anak muda, remaja, anak-anak, balita sampai pada yang masih cabang bayi. Tidak hanya itu aku juga melihat mereka ada yang berkulit putih, bermata sipit, berjenggot lebat dan yang jelas mereka semua datang dari berbagai latar belakang. Di tengah-tengah kemajemukan yang harmonis dan damai ini aku terhenyuk malu pada diriku sendiri, kenapa sebelum ini aku begitu buruk sangka pada mereka yang berbeda padahal setelah aku dekat dan berkumpul dengan mereka, mereka mempunyai hati yang sama niat sama tentunya juga mempunyai substansi Tuhan yang sama.
Tepat jam 00.00 yaitu pada detik peralihan Tahun gema dan gemuruh ekpresi dari masing-masing individu terdengar membesarkan Tuhan lewat bunyi terompet dan letupan kembang api. Indah, damai, harmonis inilah yang aku rasakan bersama mereka dalam kedamaian yang dijanjikan Tuhan, aku persembahkan pesta tahun baru ini untuk Tuhan. Akhirnya diiringi rasa bahagia aku singkirkan doktrin yang mengganjal yang menghendaki realitas berkotak-kotak dengan menggantinya pada keseimbangan serta kedamaian bersama serta merajut rahmat Tuhan bagi sekalian alam . SELAMAT TAHUN BARU 2009
0 komentar:
Posting Komentar